DAMPAK BENCANA ALAM TERHADAP PENDAPATAN NASIONAL
Secara umum, pendapatan memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya pengaruh suatu bencana alam terhadap tingkat inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Berikut hasil analisis pengaruh bencana alam terhadap tingkat inflasi yang juga mempengaruhi perekonomian suatu Negara, sebagai berikut :
Kami mengambil contoh bencana alam gempa padang yang dapat mempengaruhi pendapatan nasional.
Gempa berkekuatan 4,8 Skala Richter [sebelumnya ditulis 4,0 SR] mengguncang Kota Padang, Jumat, 5 Februari 2010 siang.
Meski kecil, gempa ini tak boleh disepelekan. Menurut Ketua Ikatan Ahli Geologi Sumatera Barat, Ade Edwar, gempa tadi siang terjadi di tumbukan yang sama dengan gempa 7,9 SR yang terjadi 30 September 2009 lalu.
Gempa yang telah terjadi mengakibatkan Pendapatan akan berkurang dikarenakan harus mengeluarkan uang yang banyak untuk biaya perbaikan sehingga uang beredar pun bertambah banyak dan terjadilah inflasi. Hal tersebut didukung juga dengan tingkat suku bunga yang akan turun serta keinginan untuk menabung akan berkurang selain dikarenakan tingkat suku bunga juga dikarenakan tidak tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung untuk melakukan menabung uang untuk meredam inflasi, karena kerusakan gedung, hilangnya database serta yang lainnya.
Selain itu Turis turis yang sebagai sumber devisa untuk pendapatan nasional.Pada semua aspek yang bersangkutan langsung terhadap pariwisata dengan dampak bencana alam terhadap pendapatan nasional Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pelayanan kepariwisataan, hotel, restoran, penerbangan, taxi dan angkutan lainnya , akan mengalami penurunan omset, yang selanjutnya dapat mengancam kebangkrutan serta PHK para karyawannya. Demikian juga petani, peternak, nelayan akan mengalami penurunan omset penjualan karena berkurangnya pesanan dari hotel, restoran dll sebagai akibat menurunnya omset perusahaan-perusahaan tersebut karena berkurangnya turis turis yang dating ke Indonesia.
Sebagai ilustrasi ringan, andaikata 50% dari 7 juta wisman yang diharapkan datang tahun 2010 ini mempunyai kebiasaan makan pagi dengan 2 butir telur tiap pagi, maka tahun 2010 peternak ayam petelur harus menyediakan 7 juta butir telur untuk wisman. Itu jika wisman tersebut tinggal selama 1hari saja di Indonesia. Jika perkiraan KEMBUDPAR mengenai masa tinggal rata-rata wisman di Indonesia tahun 2010 mencapai 9 hari, 63 juta butir telur perlu disediakan bagi mereka di tahun 2010 ini. Namun, jika 7 juta wisman itu tidak datang, para peternak tersebut akan mengalami masa kesulitan untuk mencari pasar yang baru bagi 63 juta butir telurnya. Belum lagi di bidang perdagangan sayur, buah2-an, daging, ikan, pajak pemerintah dsb. Semuanya itu akan mengurangi pendapatan devisa kita serta pada gilirannya memperkecil pendapatan nasional.
Keterangan :
Inflasi indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.
KEMBUDPAR KEMentrian BUDaya dan PARiwisata
Senin, 17 Oktober 2011
Sabtu, 15 Oktober 2011
Pemeriksan Pajak
Pemeriksaan Pajak
1.) PENGERTIAN PEMERIKSAAN PAJAK
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia sekarang ini menuntut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk selalu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Wajib Pajak. Salah satu bentuk pengawasan tersebut adalah melalui
pemeriksaan. Kewenangan DJP untuk melakukan pemeriksaan tersebut diatur dalam Pasal 29 UU KUP. Walaupun DJP diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan, undang-undang juga membatasi kewenangan tersebut agar jangan sampai pemeriksaan tersebut dilakukan secara sewenangwenang. Untuk itulah diatur Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 545/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000. Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini diatur tentang norma pemeriksaan, hak-hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dalam pemeriksaan, kewewenangan pemeriksa dan kewajiban pemeriksa selama dalam pemeriksaan.
Terdapat 4 (empat) hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan
pemeriksaan pajak, yaitu:
a. Kebijakan umum pemeriksaan pajak
b. Tata Cara Pemeriksaan, yang diatur dalam:
• Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 545/KMK.04/2000
tanggal 22 Desember 2000.
• Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-722/PJ./
2001 tanggal 26 Novemver 2001 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan.
• Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-741/PJ./ tidak menyetujui sebagaian atau seluruh koreksi.
• Berita Acara Tidak Memberikan Tanggapan/Berita Acara
Ketidakhadiran, dalam hal Wajib Pajak tidak memberikan
tanggapan atau tidak hadir pada saat closing.
Hal lainnya dari pengertia pajak yaitu;
1.Pemeriksaan Pajak dapat dilakukan oleh seorang Pemeriksa atau Kelompok Pemeriksa.
2.Pemeriksaan dapat dilaksanakan di Kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) meliputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun berjalan.
3.Apabila WP tidak memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat atau ruangan tertentu dan menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, maka pemeriksa pajak berwenang melakukan penyegelan.
2.Pemeriksaan dapat dilaksanakan di Kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan) meliputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun berjalan.
3.Apabila WP tidak memberi kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat atau ruangan tertentu dan menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, maka pemeriksa pajak berwenang melakukan penyegelan.
2.) DASAR HUKUM PEMERIKSAAN PAJAK
Dasar hukum pemeriksaan pajak salah satunya seperti:
Pasal 29 dan 44 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 TAHUN 1994 Tanggal 23 Desember 1994 Tentang Pencabutan atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1983 tentang Pendaftaran, Pemberian NPWP, Penyampaian SPT dan Persyaratan Pengajuan Keberatan dan atas Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan
KMK Nomor 625/KMK.04/1994 tanggal 27 Desember 1994 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan
KMK Nomor 545/KMK.04/2000 Tanggal 22 Desember 2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan
KEP - 01/PJ.7/1993 Tanggal 9 Maret 1993 Tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa
KEP - 18/PJ/1995 Tanggal 23 Februari 1995 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan
KEP - 137/PJ./1999 Tanggal 18 Juni 1999 Tentang Sistem Kriteria Seleksi SPT Untuk Diperiksa
SE - 11/PJ.7/1994 Tanggal 19 Agustus 1994 Tentang Pemeriksaan Keterkaitan
SE - 07/PJ.7/1995 Tanggal 31 Maret 1995 Tentang Kerahahasiaan Bank Dalam Kaitannya Dengan Pemeriksaan Pajak.
SE - 14/PJ.7/1995 Tanggal 15 Agustus 1995 Tentang Penegasan Pemeriksaan Keterkaitan.Dan lain sebaginya.
3.) TUJUAN PERIKSAAN PAJAK
Tujuan Pemeriksaan Pajak adalah : Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan: SPT lebih bayar dan / atau rugi. SPT tidak disampaikan atau terlambat. SPT memenuhi kriteria yang ditentukan Dirjen Pajak untuk diperiksa. Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain kewajiban pada huruf b. Tujuan lain, dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan: Pemberian NPWP secara jabatan atau pencabutan NPWP. Pemberian NPKP secara jabatan dan pengukuhan atau pencabutan NPPKP Penentuan jumlah angsuran, bagi WP baru. Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding . Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan. Pencocokan data dan / atau alat keterangan. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah tertentu. Penentuan tempat terutang PPN dan / atau PPh. Pasal 21. Tujuan lainnya
1.Tujuan Pemeriksaan
1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan:
a. SPT lebih bayar
b. SPT rugi.
c. SPT tidak atau terlambat disampaikan.
d. SPT memenuhi kriteria yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak untuk diperiksa.
e. Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain kewajiban pada huruf b.
a. SPT lebih bayar
b. SPT rugi.
c. SPT tidak atau terlambat disampaikan.
d. SPT memenuhi kriteria yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak untuk diperiksa.
e. Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain kewajiban pada huruf b.
2.Tujuan lain, yaitu:
a. Pemberian NPWP (secara jabatan)
b. Penghapusan NPWP.
c. Pengukuhan PKP secara jabatan dan pengukuhan atau pencabutan Pengukuhan PKP
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding .
e. Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
f. Pencocokan data dan atau alat keterangan.
g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di tempat terpencil
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN
i. Tujuan lain selain a s/d g.
a. Pemberian NPWP (secara jabatan)
b. Penghapusan NPWP.
c. Pengukuhan PKP secara jabatan dan pengukuhan atau pencabutan Pengukuhan PKP
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding .
e. Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
f. Pencocokan data dan atau alat keterangan.
g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di tempat terpencil
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN
i. Tujuan lain selain a s/d g.
4.) JENIS DAN PRIORITAS PEMERIKSAAN PAJAK
a.) Jenis Pemeriksaan Pajak
Walaupun anda telah membayar pajak secara jujur dan juga melaporkan pajak anda secara tepat waktu, resiko pemeriksaan tetap dapat terjadi pada diri anda.
Pemeriksaan Pajak menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK/04/2000 mempunyai 2 tujuan pokok, yaitu:
a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak; dan
b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan uji kepatuhan dilakukan dengan cara menelusuri kebenaran SPT yang disampaikan Wajib Pajak, pembukuan atau pencatatan dan pemenuhan kewajiban lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan Wajib Pajak sebenarnya. Sedangkan pemeriksaan untuk tujuan lain biasanya dilakukan dalam rangka pemberian atau penghapusan NPWP, penentuan daerah terpencil, sentralisasi pembayaran pajak dan lain sebagainya.
1. PEMERIKSAAN RUTIN
2. PEMERIKSAAN KRITERIA SELEKSI
3. PEMERIKSAAN KHUSUS
4. PEMERIKSAAN WAJIB PAJAK LOKASI
5. PEMERIKSAAN TAHUN BERJALAN
6. PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
b.) Prioritas Pemeriksaan ditetapkan sebagai berikut :
1)Pemeriksaan Rutin terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau
Badan yang berdasarkan sistem kriteria seleksi memperoleh skor 700 atau lebih (menyatakan lebih bayar) dan atau SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan lebih bayar dan atau SPT Masa PPN yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
2)Pemeriksaan Bukti Permulaan;
3)Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi;
4)Pemeriksaan Khusus;
5)Pemeriksaan Rutin selain Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada angka 1) diatas;
6)Pemeriksaan Tahun Berjalan.
5.) RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN PAJAK
Berdasarkan Pasal 3
(1)Ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari :
a.Pemeriksaan Lapangan yang meliputi suatu jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya dan atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak;
b.Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
(2)Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan sederhana.
(3)Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b hanya dapat dilaksanakan dengan
pemeriksaan Sederhana.
(4)Pemeriksaan lengkap sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan.
(5)Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan.
(6)Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilaksanakan dalam jangka waktu 4 (empat) minggu dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) minggu.
(7)Apabila dalam pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b ditemukan indikasi adanya transaksi yang mengandung unsur transfer pricing, maka lingkup pemeriksaan ditingkatkan menjadi Pemeriksaan Lapangan.
(8)Pemeriksaan Lapangan berkenaan dengan ditemukannya indikasi adanya unsur transfer pricing, yang memerlukan pemeriksaan yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
(9)Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) tidak berlaku dalam hal pemeriksaan yang dilaksanakan berkenaan dengan Surat Pemberitahuan yang menyatakan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
6.) JANGKA WAKTU PEMERIKSAAN DAN PERPANJANGAN
Jangka Waktu Pemeriksaan Berdasarkan Golongan Wajib pajak
1.) Golongan Wajib Pajak :
Wajib Pajak Badan Khusus
(a. Wajib Pajak Masuk Bursa ,b. BUT Bank ,c. BUMN/BUMD)
Ruang Lingkup Pemeriksaan : PSK/PSL/PL
Jangka Waktu Pemeriksaan : 4 Minggu/1 Bulan/2 Bulan
Wajib Pajak Badan Khusus
(a. Wajib Pajak Masuk Bursa ,b. BUT Bank ,c. BUMN/BUMD)
Ruang Lingkup Pemeriksaan : PSK/PSL/PL
Jangka Waktu Pemeriksaan : 4 Minggu/1 Bulan/2 Bulan
2.) Golongan Wajib Pajak :Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan Besar Lainnya
Ruang Lingkup Pemeriksaan : PL/PSL/PSK
Jangka Waktu Pemeriksaan : 2 bulan/1 Bulan/4 Minggu
Ruang Lingkup Pemeriksaan : PL/PSL/PSK
Jangka Waktu Pemeriksaan : 2 bulan/1 Bulan/4 Minggu
3.) Golongan Wajib Pajak :Wajib Pajak Oranng Pribadi dan Wajib Pajak Badan Menengah, termasuk para Profesional dan BUT selain Bank. Ruang Lingkup Pemeriksaan : PL/PSL/PS Jangka Waktu Pemeriksaan : 2 bulan/1 bulan/4 minggu
4.) Golongan Wajib Pajak :Wajib Pajak Kecil dan Wajib Pajak orang pribadi tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
Ruang Lingkup Pemeriksaan : PSL/PSK
Jangka Waktu Pemeriksaan : 1 bulan/4 minggu
Catatan :
PSK : Pemeriksaan Sederhana Kantor
PSL : Pemeriksaan Sederhana Lapangan
PL : Pemeriksaan Lapangan
Ruang Lingkup Pemeriksaan : PSL/PSK
Jangka Waktu Pemeriksaan : 1 bulan/4 minggu
Catatan :
PSK : Pemeriksaan Sederhana Kantor
PSL : Pemeriksaan Sederhana Lapangan
PL : Pemeriksaan Lapangan
Perpanjangan Waktu Pemeriksaan dan Kelanjutan Pemeriksaan.
a.) Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan dibuat oleh:
Kepala KPP atau Karikpa atau Supervisor pada Kelompok Fungsional Kanwil DJP dan dikirimkan kepada Kepala Kanwil DJP;
Supervisor pada Kelompok Fungsional KP DJP dan dikirimkan kepada Direktur P4.
b.) Untuk Pemeriksaan Khusus yang dilakukan berdasar Instruksi Direktur P4 maka Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan dibuat oleh Kepala UP3 dan dikirimkan kepada Direktur P4.
c.) Apabila terdapat transaksi transfer pricing, jangka waktu pemeriksaan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun.
d.) Apabila perpanjangan tidak disetujui, Direktur P4 atau Kepala Kanwil menentukan tindak lanjut pemeriksaan.
e.) Apabila jangka waktu maksimal terlampaui, Kepala UP3 harus menentukan tindak lanjut pemeriksaan (sumier, pembahasan akhir sesuai data, bukti permulaan) dan terhadap pemeriksa diberikan tegoran.
f.) Kepala Kantor Wilayah DJP setiap triwulan harus melaporkan pemeriksaan yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan ke Kantor Pusat DJP c.q. Direktur P4 untuk dievaluasi lebih lanjut.
Catatan :
Jangka waktu pemeriksaan yang diatur dalam SE DJP Nomor : SE-01/PJ.7/2003 tanggal 1 April 2003 adalah jangka waktu yang mengikat pemeriksa pajak supaya pemeriksaan tidak berlarut-larut dan untuk kepentingan pemantauan pemeriksaan.
Sedangkan untuk Wajib Pajak jangka waktu pemeriksaan yang berlaku adalah tetap mengacu kepada Undang-undang perpajakan yang berlaku.
Contoh :
Jangka Waktu Pemeriksaan atas SPT PPh Lebih Bayar Restitusi menurut SE-01/PJ.7/2003 tanggal 1 April 2003 adalah 4 minggu dan perpanjangan 2 minggu (total 6 minggu)
Sedangkan untuk Wajib Pajak jangka waktu pemeriksaan SPT PPh Lebih Bayar Restitusi adalah 1 tahun sejak tanggal SPT dilaporkan secara lengkap ( lihat Pasal 17 B Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang KUP).
a.) Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan dibuat oleh:
Kepala KPP atau Karikpa atau Supervisor pada Kelompok Fungsional Kanwil DJP dan dikirimkan kepada Kepala Kanwil DJP;
Supervisor pada Kelompok Fungsional KP DJP dan dikirimkan kepada Direktur P4.
b.) Untuk Pemeriksaan Khusus yang dilakukan berdasar Instruksi Direktur P4 maka Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan dibuat oleh Kepala UP3 dan dikirimkan kepada Direktur P4.
c.) Apabila terdapat transaksi transfer pricing, jangka waktu pemeriksaan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun.
d.) Apabila perpanjangan tidak disetujui, Direktur P4 atau Kepala Kanwil menentukan tindak lanjut pemeriksaan.
e.) Apabila jangka waktu maksimal terlampaui, Kepala UP3 harus menentukan tindak lanjut pemeriksaan (sumier, pembahasan akhir sesuai data, bukti permulaan) dan terhadap pemeriksa diberikan tegoran.
f.) Kepala Kantor Wilayah DJP setiap triwulan harus melaporkan pemeriksaan yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan ke Kantor Pusat DJP c.q. Direktur P4 untuk dievaluasi lebih lanjut.
Catatan :
Jangka waktu pemeriksaan yang diatur dalam SE DJP Nomor : SE-01/PJ.7/2003 tanggal 1 April 2003 adalah jangka waktu yang mengikat pemeriksa pajak supaya pemeriksaan tidak berlarut-larut dan untuk kepentingan pemantauan pemeriksaan.
Sedangkan untuk Wajib Pajak jangka waktu pemeriksaan yang berlaku adalah tetap mengacu kepada Undang-undang perpajakan yang berlaku.
Contoh :
Jangka Waktu Pemeriksaan atas SPT PPh Lebih Bayar Restitusi menurut SE-01/PJ.7/2003 tanggal 1 April 2003 adalah 4 minggu dan perpanjangan 2 minggu (total 6 minggu)
Sedangkan untuk Wajib Pajak jangka waktu pemeriksaan SPT PPh Lebih Bayar Restitusi adalah 1 tahun sejak tanggal SPT dilaporkan secara lengkap ( lihat Pasal 17 B Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang KUP).
7.) PEMERIKSAAN ULANG DAN RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Ulang
a. | Pemeriksaan ulang hanya dapat dilakukan dalam hal : | ||
| - | Terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan | |
| - | Terdapat data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang dapat mengakibatkan penambahan pajak terutang; atau | |
| Terdapat sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Dirjen Pajak | ||
b. | Yang dimaksud dengan : | ||
| - | Data Baru adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang oleh WP belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam SPT dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan. | |
| - | Data yang semula belum terungkap adalah data atau keterangan lain mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang, yang : | |
| | 1. | Tidak diungkapkan oleh WP dalam SPT beserta lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan atau |
| | 2. | Pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula WP tidak mengungkapkan data dan atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap, dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang. |
2. Ruang Lingkup Pemeriksaan Ulang
a. | Pemeriksaan ulang harus meliputi seluruh jenis pajak (all taxes) walaupun data baru atau data yang semula belum terungkap atau data lainnya hanya mencakup jenis-jenis pajak tertentu saja. |
b. | Pemeriksaan ulang harus dilaksanakan melalui pemeriksaan lapangan. |
c. | Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada WP dan pembahasan akhir (closing conference) baru dapat dilakukan setelah hasil pemeriksaan tersebut dibahas (direview) dan disetujui oleh Direktur P4. |
8.) NORMA DAN PEDOMAN PEMERIKSAAN PAJAK
1.) Norma Pemeriksaan Lapangan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak
a. Pemeriksa Pajak harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan pada waktu melakukan pemeriksaan
b.Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak
c. Pemeriksa pajak wajib memperlihatkan tanda pengenal pemeriksa dan surat perintah pemeriksaan kepada Wajib Pajak
d. Pemeriksa pajak wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa
e. Pemeriksa pajak wajib membuat laporan pemeriksaan pajak
f. Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak
g. Pemeriksa pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatataan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai denganketentuan yang berlaku
h. Pemeriksa wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lambat empat belas hari sejak selesainya pemeriksaan
i. Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan
2.) Norma Pemeriksaan Kantor yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak
a) Pemeriksa pajak dengaan menggunakan surat panggilan yang ditandatangani oleh Kepala Kantor yang bersangkutan, memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk dalam rangka pemeriksaan Pemeriksa pajak wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa
b) Pemeriksa pajak wajib membuat laporan pemeriksaan pajak
c) Pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara surat pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak
d) Pemeriksa pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan agar penyelenggaraan pembukuan atau pencatataan dan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengann ketentuan yang berlaku
e) Pemeriksa pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lambat 7 (tujuh) hari sejak selesainya pemeriksaan
f) Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan
3.)Norma Pemeriksaan sehubungan dengan Wajib Pajak
a) Dalam hal pemeriksaan lapangan, Wajib Pajak berhak meminta kepada pemeriksa untuk memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan tanda pengenal pemeriksa
b) Wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa pajak untuk memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan
c) Dalam hal pemeriksaan kantor, Wajib Pajak wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemEriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan
d) Wajib Pajak wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan dan memberikan keterangan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat permintaan, dan apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak, maka pajak yang terutang dapat dihitung secara jabatan
e) Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara lain pemeriksaan dengan surat pemberitahuan
f) Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujuinya
g) Dalam hal pemeriksaan lengkap, Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan tersebut tidak atau tidak seluruhnya disetujui
h) Wajib Pajak wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen, yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan dalam jangka waktu paling lama tujuh hari sejak tanggal surat permintaan dan apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak maka jumlah pajak yang terutang dapat dihitung secara jabatan
i) Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan, Wajib Pajak wajib melaksanaan ketentuan sebagaimana diatur pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
9.) KERAHASIAAN BANK DALAM KAITANNYA PEMERIKSAAN PAJAK
Dalam kaitannya dengan pemeriksaan Bank dapat berkedudukan sebagai Wajib Pajak, wajib Pungut atau pemotong pajak dan sebagai pihak ketiga dalam kaitannya dengan Wajib Pajak lain yang diperiksa.
a. | Bank sebagai wajib pajak, wajib pungut/potong
| ||||||||||
b. Bank sebagai pihak ketiga Apabila dalam pemeriksaan Wajib Pajak lain diperlukan keterangan atau bukti-bukti dari bank maka bank harus memberikan keterangan atau bukti-bukti tersebut atas perintah tertulis dari Menteri Keuangan kepada bank yang bersangkutan. |
10.) WEWENANG PEMERIKSAAN PAJAK
(1) Dalam hal Pemeriksaan Lapangan
a. memeriksa dan atau meminjam buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen pendukung lainnya termasuk keluaran atau media komputer dan perangkat elektronik pengolah data lainnya
b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak yang diperiksa
c. memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat penyimpangan dokumen, uang, barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha Wajib Pajak dan/atau tempat-tempat lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan di tempat-tempat teersebut
d. melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada huruf c, apabila Wajib Pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud, atau tidak ada di tempat pada saat pemeriksaan dilakukan
e. meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa
(2) Dalam hal Pemeriksaan Kantor
a. Memeriksa dan atau meminjam buku-buku dan catatan-catatan Wajib Pajak
b. meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari Wajib Pajak yang diperiksa
c. meminta keterangan dan atau bukti-bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa.
- Apabila pada saat dilakukan pemeriksaan lapangan Wajib Pajak atau kuasanya tidak ada ditempat, maka pemeriksaan tetap dapat dilaksanakan sepanjang ada pihak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Wajib Pajak, terbatas untuk hal yang ada dalam kewenangannya, dan selanjutnya pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya. Dan untuk keperluan pengamanan pemeriksaan, maka sebelum Pemeriksaan lapangan ditunda Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan
- Apabila setelah ditunda Wajib Pajak atau wakil/kuasanya tetap juga tidak ada ditempat, maka pemeriksaan tetap dilaksanakan terlebih dahulu meminta pegawai Wajib Pajak yang bersangkutan untuk mewakili Wajib Pajak guna membantu kelancaran pemeriksaan. Apabila pegawai Wajib Pajak tersebut menolak untuk membantu kelancaran pemeriksaan maka ia harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan, dan apabila ia menolak menandatangani surat pernyataan maka pemeriksa pajak membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh pemeriksa
- Dalam pemeriksaan Wajib Pajak wajib (Pasal 29 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ) :
1. | memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau obyek yang terutang pajak; |
2. | memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; |
3. | memberikan keterangan yang diperlukan Apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban tersebut maka Wajib Pajak atau kuasanya harus menandatangani surat pernyataan penolakan pemeriksaan dan apabila ia menolak menandatangani surat pernyataan maka pemeriksa pajak membuat berita acara penolakan pemeriksaan yang ditandatangani oleh pemeriksa pajak |
- surat pernyataan penolakan pemeriksaan atau surat pernyataan penolakan membantu kelancaran pemeriksaan atau berita acara penolakan pemeriksaan dapat dijadikan dasar untuk menetapkan besarnya pajak terutang secara jabatan atau dilakukan penyidikan
- Pemeriksa pajak membuat laporan pemeriksaan pajak untuk digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak atau untuk tujuan lain dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
- Apabila penghitungan besarnya pajak menurut laporan pemeriksaan pajak berbeda dengan SPT maka atas perbedaan tersebut diberitahukan kepada Wajib Pajak .
- Untuk pembahasan akhir hasil pemeriksaan, pemeriksa pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda anatra Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak dan Wajib Pajak wajib menyampaikan tanggapannya secara tertulis, kecuali apabila pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan
- Berdasarkan tanggapan Wajib Pajak Pemeriksa Pajak mengundang Wajib Pajak untuk menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dapat didampingi oleh Konsultan Pajak dan atau Akuntan Publik
- Dalam pemeriksaan lapangan pemberitahuan hasil pemeriksaan, tanggapan oleh wajib pajak atas pemberitahuan hasil pemeriksaan, dan pembahasan akhir hasil pemeriksaan diselesaikan dalam jangka paling lama 3 (tiga) minggu. Apabila jangka waktu ini terlampaui maka wajib dibuatakan Berita Acara dan surat ketetapan pajak dan Surat Tagihan Pajak diterbikan secara jabatan berdasarkan hasil pemeriksaan yang disampaikan kepada Wajib Pajak
- Apabila dalam pemeriksaan ditemukan bukti permulaan tentang adanya tindak pidana dibidang perpajakan, pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti permulaan
12.) PEMERIKSAAN RUTIN
Pemeriksaan Rutin merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakannya atau karena diwajibkan oleh Undang-Undang KUP. Begitulah pengertian pemeriksaan rutin menurut SE-10/PJ.04/2008. Prakteknya, pemeriksaan rutin ini lebih banyak pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan [SPT] Wajib Pajak yang menyatakan lebih bayar atau SPT LB. Demi undang-undang, terhadap SPT LB wajib diperiksa, dan dalam jangka waktu dua belas bulan sejak SPT tersebut diterima oleh kantor pelayanan pajak, maka harus diterbitkan surat ketetapan pajak.
Pemeriksaan rutin dilakukan terhadap :
1.) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan menyampaikan SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar;
2.) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar
3.) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan SPTTahunan PPh untuk bagian tahun pajak atau tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
4.) Wajib Pajak Badan melakukan penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, pemecahan usaha, likuidasi/penutupan usaha, pengambilalihan usaha atau Wajib Pajak Orang Pribadi akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Nah, bagi Wajib Pajak yang menyampaikan SPT dan mengalami kondisi seperti diatas, maka harus siap-siap kedatangan pemeriksa pajak dari kantor pajak. Setidaknya siapkan buku besar tercetak atau print out. Selain itu, kumpulkan semua SPT per tahun sehingga pada saat pemeriksa pajak memperkenalkan diri, menjelaskan maksud kedatangan kemudian menyerahkan Surat Perintah Pemeriksaan [SP2] maka dua hal tersebut tinggal diangkut ke kendaraan yang mengantar tim pemeriksa pajak
Pemeriksaan rutin dilakukan terhadap :
1.) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan menyampaikan SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar;
2.) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar
3.) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan SPTTahunan PPh untuk bagian tahun pajak atau tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
4.) Wajib Pajak Badan melakukan penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, pemecahan usaha, likuidasi/penutupan usaha, pengambilalihan usaha atau Wajib Pajak Orang Pribadi akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Nah, bagi Wajib Pajak yang menyampaikan SPT dan mengalami kondisi seperti diatas, maka harus siap-siap kedatangan pemeriksa pajak dari kantor pajak. Setidaknya siapkan buku besar tercetak atau print out. Selain itu, kumpulkan semua SPT per tahun sehingga pada saat pemeriksa pajak memperkenalkan diri, menjelaskan maksud kedatangan kemudian menyerahkan Surat Perintah Pemeriksaan [SP2] maka dua hal tersebut tinggal diangkut ke kendaraan yang mengantar tim pemeriksa pajak
13.) PEMERIKSAAN KRITERIA SELEKSI
1) Pemeriksaan kriteria seleksi dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem kriteria seleksi
2) Pemeriksaan kriteria seleksi difokuskan terhadap Wajib Pajak yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak Besar dan Menengah baik skala nasional, regional maupun lokal.
3) Penetapan Wajib Pajak Besar dan Menengah dilaksanakan oleh Kantor Pusat DJP berdasarkan jumlah peredaran usaha dan jumlah pajak yang dibayarkan serta elemen-elemen pertimbangan lainnya
4) Data yang dipergunakan sebagai dasar penetapan adalah data yang terdapat dalam Sistem Informasi Perpajakan. Untuk menjamin validitas data tersebut para Kepala Kantor Wilayah DJP bertanggung jawab untuk mengawasi proses input data SPT yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak yang ada di wilayahnya.
5) Pemeriksaan kriteria seleksi harus dilakukan melalui PL atau PSL
14.) KRITERIA PEMERIKSAAN KHUSUS
Pemeriksaan Khusus berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau instruksi Kepala Kantor Wilayah DJP atau persetujuan Kepala Kantor Wilayah DJP dilakukan apabila terdapat hasil analisis dan pengembangan atau informasi, data, laporan, dan pengaduan.
Analisis resiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai tingkat ketidak patuhan Wajib Pajak yang berisiko menimbulkan kerugian penerimaan pajak terutama pada Wajib Pajak dengan risiko tinggi (high risk) yang dihitung dari potensi pajak yang masih dapat digali. Analisis resiko ini harus dibuat dengan mendasarkan pada profil Wajib Pajak termasuk aktivitas himbauan dan konseling yang telah dilakukan atas profil Wajib Pajak serta memanfaatkan data eksternal seperti informasi dari media massa atau lembaga/instansi terkait.
Ruang Lingkup Pemeriksaan Khusus adalah:
1.) Untuk KPP Domisili:
a) Pemeriksaan Khusus untuk tahun-tahun pajak yang lalu harus meliputi seluruh jenis pajak (all taxes).
b) Pemeriksaan Khusus untuk tahun berjalan dapat meliputi satu atau beberapa jenis pajak.
2.) Untuk KPP Lokasi, dapat meliputi satu atau beberapa jenis pajak baik untuk tahun berjalan maupun untuk tahun-tahun pajak sebelumnya.
3.) Dalam hal Pemeriksaan Khusus dilakukan dalam rangka pemeriksaan ulang, ruang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan atau tahun-tahun pajak sebelumnya.
Pemeriksaan Ulang melalui Pemeriksaan Khusus dilakukan berdasarkan persetujuan atau instruksi Direktur Jenderal Pajak.
Alasan dilakukannya Pemeriksaan Khusus:
a). Terdapat hasil analisis dan pengembangan atas informasi, data, laporan, dan pengaduan yang dilakukan oleh Direktorat Intelijen dan Penyidikan yang perlu ditindak lanjuti.
b). Sebab lain berdasarkan pertimbangan Dirjen Pajak yang antara lain karena adanya permintaan dari Wajib Pajak tertentu, antara lain:
- WP BUMN
- WP yang akan melakukan RUPS
- WP yang kepemilikannya akan dialihkan; atau
- WP akan melakukan IPO atau Emisi Saham/Obligasi.
c). Terdapat hasil analisis resiko secara komputerisasi (alias Kriteria Seleksi) yang berupa skor risiko ketidakpatuhan dengan memperhatikan variabel-variabel tertentu serta adanya data dan informasi.
Pemeriksaan Khusus dalam ranka Pemeriksaan Ulang dapat dilakukan dengan alasan:
a. terdapat data baru, termasuk data yang semula belum terungkap; atau
b. sebab-sebab lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
Atau kriteria pemeriksaan khusus secara singkat adalah :
Pemeriksaan Khusus harus dilakukan melalui PL atau PSL untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak kewajiban Wajib Pajak termasuk Wajib Pajak yang diberikan fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, berdasarkan:
1. | Adanya dugaan melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; |
2. | Pengaduan masyarakat, termasuk melalui Kotak Pos 5000; |
3. | Data baru atau data yang semula belum terungkap; |
4. | Permintaan Wajib Pajak; |
5. | SPT Lebih Bayar hasil edit; |
6. | Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak. |
Khusus untuk kriteria pemeriksaan pada butir 3 hanya diberlakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diberikan fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
15.) KRITERIA PEMERIKSAAN TAHUN BERJALAN
Pemeriksaan Tahun Berjalan dapat dilakukan tanpa perlu dikaitkan dengan Pemeriksaan tahun sebelumnya, yaitu terhadap:
1. | Wajib Pajak yang dalam tahun berjalan melakukan merger, likuidasi, pemekaran, pengambilalihan usaha atau penilaian kembali aktiva. | |
2. | Pemotong atau pemungut pajak yang menunjukkan: | |
| a. | Adanya pembayaran PPh Pasal 21 yang berfluktuasi tinggi selama 6 bulan berturut-turut atau ; |
| b. | Adanya perbedaan yang signifikan antara pembayaran PPh Pasal 26 terutama atas royalti dengan objek PPN Jasa Luar Negeri. |
3. | Pengusaha Kena Pajak berdasarkan: | |
| a. | Program PK-PM teridentifikasi bahwa nilai PM yang diklarifikasikan tidak sama dengan nilai PK yang dilaporkan oleh PKP lawan transaksinya.; |
| b. | Program PK-PM tiga jenjang ke belakang belum ditemukan adanya PKP Pabrikan atau Importir, dengan prioritas PKP yang minimal 10% dari PM berasal dari PKP yang bersangkutan; |
| c. | Program PK-PM termasuk dalam kriteria PM tidak sama dengan PK dan PK sama dengan nol, dengan prioritas PKP yang setelah diminta penjelasan tidak merespon atau tidak menjawab permintaan penjelasan dari KPP sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan; |
| d. | Penelitian informasi data diketahui peredaran usaha dalam SPT Masa PPN dan PPnBM PKP Orang Pribadi Baru dalam setiap masa berjumlah lebih dari Rp 600 juta; |
| e. | Penelitian informasi dan data diketahui peredaran usaha dalam SPT Masa PPN dan PPnBM PKP Badan Baru dalam setiap masa berjumlah lebih dari Rp 5 milyar; |
| f. | Penelitian diketahui peredaran usaha PKP baru untuk pertama kali menunjukkan jumlah yang relatif tinggi; |
| g. | Pengamatan diketahui tidak mempunyai tempat usaha, alamat maupun gudang yang bersifat permanen, khususnya untuk PKP perdagangan, importir dan perindustrian; |
16.) KRITERIA PEMERIKSAAN TERINTEGRASI
A. Kriteria Pemeriksaan Terintegrasi
1. Wajib Pajak yang berada dalam satu grup atau memiliki hubungan istimewa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh.
2. Wajib Pajak memiliki hubungan kegiatan usaha dan atau finansial dengan Wajib
Pajak lain yang diperiksa.
B. Tata Cara Pemeriksaan Terintegrasi
Instruksi pemeriksaan terintegrasi dan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak terintegrasi
diterbitkan oleh Direktur P4 berdasarkan usul UP3 atau atas pertimbangan Dirjen.
Tim pemeriksa pajak terintegrasi merupakan gabungan dari berbagai UP3 di
lingkungan DJP yang dibentuk sesuai dengan lokasi dan kompleksitas jaringan transaksi para Wajib Pajak terperiksa.
Pelaksanaan pemeriksaan harus dilakukan dan diselesaikan secara bersamaan oleh
semua tim pemeriksa kecuali terhadap SPT Wajib Pajak yang menyatakan lebih bayar.
Setiap supervisor yang tergabung dalam pemeriksaan terintegrasi secara berkesinambungan harus melaksanakan rekonsiliasi, ekualisasi, koordinasi dan melaporkannya ke Direktur P4. Data yang diperoleh suatu Tim pemeriksa terintegrasi harus disampaikan kepada tim pemeriksa lainnya dan dirumuskan dalam KKP dengan tembusan kepada Direktur P4.
Konsep LPP terintegrasi ditelaah dan dikoordinir oleh Direktur P4. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak setelah berkonsultasi dengan Direktur P4 dan tanggapan Wajib Pajak atas pemberitahuan tersebut dibahas bersama dibawah koordinasi Direktur P4. Apabila dalam waktu bersamaan Wajib Pajak yang diperiksa secara terintegrasi sedang dilakukan pemeriksaan oleh UP3 lain maka jenis pemeriksaan tersebut diubah menjadi pemeriksaan terintegrasi.
17.) PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Laporan Pengamatan dan atau LPP yang mengindikasikan bahwa Wajib Pajak melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan harus ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan BuktiPermulaan.
Apabila pemeriksaan akan ditingkatkan menjadi pemeriksaan Bukti Permulaan maka
pemeriksaan harus dihentikan dengan menerbitkan LPP sumier. LP2 yang sudah diterbitkan
agar dikembalikan ke Kantor Pusat DJP.
Instruksi untuk melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan diberikan oleh Direktur P4 atau
Kepala Kanwil DJP dengan menggunakan formulir sesuai contoh pada Lampiran 22.
Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa yang berasal dari Direktorat
P4 atau Kanwil DJP atau Karikpa terkait, dan sekurang-kurangnya satu orang anggota Tim
Pemeriksa adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Apabila pemeriksaan Bukti Permulaan ditingkatkan dengan tindakan Penyidikan maka
pemeriksaan harus dihentikan dengan menerbitkan LPP sumier.
Dalam hal pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap Wajib Pajak yang SPT-nya menyatakan
lebih Bayar terdapat indikasi tindak pidana dibidang perpajakan sehingga pemeriksaan
ditingkatkan dengan tindakan penyidikan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan
Akan Dilakukan Tindakan Penyidikan sebelum berakhirnya jangka waktu
pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
18.) PENYEGELAN
Penyegelan adalah tindakan menempelkan kertas segel dalam rangka Pemeriksaan pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain, yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa.
Penyegelan salah satu tindakan yang paling jarang dilakukan oleh pemeriksa pajak. Banyak penyebab kenapa tidak dilakukan penyegelan walaupun penyegelan merupakan kewenagan pemeriksa pajak. Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan No. 198/PMK.03/2007 menyebutkan :Pemeriksa Pajak berwenang melakukan penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan buku, catatan, dokumen data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan.
Penyegelan salah satu tindakan yang paling jarang dilakukan oleh pemeriksa pajak. Banyak penyebab kenapa tidak dilakukan penyegelan walaupun penyegelan merupakan kewenagan pemeriksa pajak. Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan No. 198/PMK.03/2007 menyebutkan :Pemeriksa Pajak berwenang melakukan penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan buku, catatan, dokumen data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan.
Selain itu, Pasal 12 ayat (1) huruf e Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007 juga menyebutkah bahwa dalam hal pemeriksaan lapangan, Pemeriksa Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan / atau barang tidak bergerak.
Saya dinas di Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Enam dari tahun 1999 sampai dengan 2005. Selama itu, belum pernah melakukan melakukan penyegelan. Padahal di kantor sebelumnya, Karikpa Samarinda, tim pemeriksa biasa menyegel lemari, tempat dokumen disimpan atau sebuah dus. Ada kalanya pegawai Wajib Pajak tidak berani memberikan dokumen tanpa ijin dari pemilik perusahaan. Nah, pada kondisi seperti itu dokumen-dokumen yang dianggap perlu dikumpulkan dalam satu dus, disimpan di kantor Wajib Pajak kemudian diSEGEL. Dus yang tersegel tersebut akan dibuka jika pemilik perusahaan mengijinkan untuk memberikan dokumen. Beberapa kasus, teman-teman pemeriksa pajak malah seringkali menyegel satu ruangan sampai pemeriksa pajak diijinkan untuk mengakses dokumen yang ada disitu.
Kondisi seperti itu jarang sekali dilakukan di Jakarta. Bukan hanya oleh saya, tapi juga sebagian besar teman-teman pemeriksa pajak. Bahkan awal-awal dinas di Jakarta, beberapa senior menyarankan untuk bersikap “lunak”. Tidak ada ada pemaksaan memasuki ruangan Wajib Pajak, apalagimelakukantindakanpenyegelan.
Dan memang, beberapa kasus terdengar, pemeriksa pajak dianggap over-acting karena telah memaksa memasuki ruangan kantor Wajib Pajak. Sampai pada satu waktu, Dirjen Pajak pada beberapa kesempatan menyatakan bahwa dia akan selalu mendukung semua tindakan pegawai pajak asalkan sesuai prosedur. Walaupun demikian, dukungan itu tidak merubah kebiasaan. Saya pikir, Wajib Pajak telah dimanjakan.
Saya tidak tahu, apakah Wajib Pajak sadar bahwa ada dua jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksa Pajak dalam hal pemeriksaan kantor memang tidak ada kewenangan memasuki ruangan Wajib Pajak. Pemeriksa Pajak hanya menyampaikan pemberitahuan adanya pemeriksaan lapangan, bersamaan dengan itu disampaikan juga surat peminjaman dokumen. Pemeriksa Pajak hanya menunggu respon dari Wajib Pajak.
Tetapi untuk pemeriksaan lapangan, Pemeriksa Pajak memiliki kewenangan memasuki ruangan manapun dan mengakses semua data dan dokumen yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Bahkan jika memang diperlukan, Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan. Berikut ini kondisi dimana penyegelan dapat dilakukan oleh Pemeriksa Pajak menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No. 198/PMK.03/2007 :
Saya dinas di Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Enam dari tahun 1999 sampai dengan 2005. Selama itu, belum pernah melakukan melakukan penyegelan. Padahal di kantor sebelumnya, Karikpa Samarinda, tim pemeriksa biasa menyegel lemari, tempat dokumen disimpan atau sebuah dus. Ada kalanya pegawai Wajib Pajak tidak berani memberikan dokumen tanpa ijin dari pemilik perusahaan. Nah, pada kondisi seperti itu dokumen-dokumen yang dianggap perlu dikumpulkan dalam satu dus, disimpan di kantor Wajib Pajak kemudian diSEGEL. Dus yang tersegel tersebut akan dibuka jika pemilik perusahaan mengijinkan untuk memberikan dokumen. Beberapa kasus, teman-teman pemeriksa pajak malah seringkali menyegel satu ruangan sampai pemeriksa pajak diijinkan untuk mengakses dokumen yang ada disitu.
Kondisi seperti itu jarang sekali dilakukan di Jakarta. Bukan hanya oleh saya, tapi juga sebagian besar teman-teman pemeriksa pajak. Bahkan awal-awal dinas di Jakarta, beberapa senior menyarankan untuk bersikap “lunak”. Tidak ada ada pemaksaan memasuki ruangan Wajib Pajak, apalagimelakukantindakanpenyegelan.
Dan memang, beberapa kasus terdengar, pemeriksa pajak dianggap over-acting karena telah memaksa memasuki ruangan kantor Wajib Pajak. Sampai pada satu waktu, Dirjen Pajak pada beberapa kesempatan menyatakan bahwa dia akan selalu mendukung semua tindakan pegawai pajak asalkan sesuai prosedur. Walaupun demikian, dukungan itu tidak merubah kebiasaan. Saya pikir, Wajib Pajak telah dimanjakan.
Saya tidak tahu, apakah Wajib Pajak sadar bahwa ada dua jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksa Pajak dalam hal pemeriksaan kantor memang tidak ada kewenangan memasuki ruangan Wajib Pajak. Pemeriksa Pajak hanya menyampaikan pemberitahuan adanya pemeriksaan lapangan, bersamaan dengan itu disampaikan juga surat peminjaman dokumen. Pemeriksa Pajak hanya menunggu respon dari Wajib Pajak.
Tetapi untuk pemeriksaan lapangan, Pemeriksa Pajak memiliki kewenangan memasuki ruangan manapun dan mengakses semua data dan dokumen yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Bahkan jika memang diperlukan, Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan. Berikut ini kondisi dimana penyegelan dapat dilakukan oleh Pemeriksa Pajak menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan No. 198/PMK.03/2007 :
a) Wajib Pajak atau kuasanya tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk memasuki tempat atau ruang serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak, yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak;
b) Wajib Pajak atau kuasanya menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan yang antara lain berupa tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik atau membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak;
c) Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat dan tidak ada pihak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Wajib pajak, sehingga diperlukan upaya pengamanan Pemeriksaan sebelum Pemeriksaan ditunda; atau
d) Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat dan Pegawai Wajib Pajak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Wajib Pajak menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan.
19.) HAK WAJIB PAJAK DALAM PEMERIKSAAN
Sistem pemungutan pajak di Indonesia yang berlaku sejak tahun 1983 adalah self assessment. System ini menuntun wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajak yang dibayarnya. Sebagai salah satu bentuk pengawasan atas system self assessment ini adalah adanya pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas pajak (fiskus). Pada dasarnya pemeriksaan ini dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Langganan:
Postingan (Atom)